Destinasi Wisata Budaya Di Kalimantan Tengah
Berikut adalah Destinasi Wisata Budaya di Kalimantan Tengah diantaranya : Astana Al-Nursari, Masjid Kyai Gede dan Rumah Adipati Mangkubumi.
- Istana/ Astana Al-Nursari
- Lokasi :
Jl. Merdeka Kelurahan Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat.
- Gambaran Umum :
Bangunan Astana Al-Nursari merupakan bangunan dengan tipe rumah panggung yang berbentuk persegi empat panjang dan menggunakan kayu ulin. Rumah ini terdiri dari tiga bangunan yang dihubungkan dengan selasar yang menyatu dengan massa bangunan dengan atap tersendiri, dan diantara pertemuan atap bangunan ini terdapat talang air yang terbuat dari kayu ulin utuh yang dibelah menjadi dua dan pada bagian tengah dilubangi sebagai tempat aliran air hujan. Ukuran tinggi lantai 190 cm dari permukaan tanah. Pintu bangunan menggunakan model daun pintu ganda dengan system sumbu kayu dan jendela juga menggunakan model daun ganda dengan poros samping dengan teralis kayu pada kusennya. Atap bangunan berbentuk pelana kuda yang dikombinasikan dengan bentuk perisai dan menggunakan atap sirap dari kayu ulin.
- Latar Sejarah :
Berdirinya Astana Al-Nursari diperkirakan pada tahun 1867 M yang dibangun oleh Sultan Pangeran Paku Sukma Negara (Sultan Ke XII), angka tahun pembangunan Astana ini tercantum dalam prasasti yang terbuat dari kayu ulin yang terletak pada pintu masuk rumah dengan bertuliskan huruf arab berbahasa melayu. Astana Al-Nursari bukan istana sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal raja, melainkan sebagai tempat tinggal kaum bangsawan keturunan Raja/Sultan Kotawaringin yang masih menetap di Kotawaringin Lama setelah perpindahan pusat kerajaan ke Pangkalan Bun.
Awal berdirinya Kesultanan Kotawaringin dimulai dari perseteruan yang melanda Kesultanan Banjar seputar perebutan kekuasaan antara Pangeran Adipati Tuha dan Pangeran Anta Kasuma. Perebutan kekuasaaan dimenangkan oleh Pangeran Adipati Tuha, sehigga Anta Kasuma memilih meninggalkan Kesultanan Banjar guna mencari wilayah baru. Dan mendirikan kerajaan yang bernama Kesultanan Kotawaringin, dia dibantu oleh seorang Mangkubumi yang bernama Kyai Gede dalam membentuk dan menjalankan sistem pemerintahan.
Pada masa keemasan Kesultanan Kotawaringin, muncul kebijakan dari Negara induk yakni Kesultanan Banjar yang menyerahkan Kesultanan Kotawaringin kepada Belanda, hal ini dilakukan sebagai kompensasi atas bantuan Belanda yang membantu Kesultanan Banjar dalam peperangan. Peralihan kekuasaan Kesultanan Kotawaringin ternyata berdampak besar baik dari sektor perekonomian (monopoli perdagangan) dan pemerintahan dengan. Memindahkan pusat pemerintahan kesultanan Kotawaringin dari Kotawaringin Lama ke Pangkalan Bun di Istana Kuning, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan ke IX Pangeran Ratu Imanuddin (1805-1841).
- Masjid Kyai Gede
- Lokasi :
Desa Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat.
- Gambaran Umum :
Masjid Kyai Gede terletak di pusat Kotawaringin dan tepatnya di sebelah tenggara alun-alun. Bangunan masjid dikelilingi pagar kayu setinggi 1,25 m. Denah masjid berbentuk bujur sangkar berukuran 15,5 x 15,5 m dengan tipe joglo. Masjid ini merupakan rumah panggung/kolong dengan ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah. Lantai dan dinding terbuat dari kayu ulin. Di samping masjid terdapat tangga kayu yang digunakan untuk masuk ke dalam ruangan masjid. Di dalam bangunan terdapat 36 buah tiang yang terdiri dari tiga jenis, yaitu:
- Tiang utama (soko guru) berjumlah empat buah, berada di tengah-tengah ruangan, berbentuk segi delapan, dan pada keempat sisinya penuh dengan ukiran bermotif sulur dan spiral. Tiang utama berdiri di atas umpak yang berbentuk kelopak bunga teratai.
- Tiang dengan bentuk silinder (bulat) berjumlah 12 buah, ukurannya lebih kecil dari tiang soko guru dan tidak berukir. Pada bagian tengah bulatannya lebih kecil dari bagian bawah dan atas, juga berdiri di atas umpak lebih sederhana dari umpak soko guru. Letaknya mengelilingi tiang soko guru.
- Tiang yang berjumlah 20 buah merupakan deretan ke dua mengelilingi soko guru. Bentuk bulat dan lebih kecil dari tiang 12. Letaknya menempel dinding masjid. Fungsi tiang 20 ini sebagai penguat dinding/penyangga.
Atap masjid berbentuk tumpang tiga dan terbuat dari sirap. Di antara tingkatan atap terdapat dinding dari kayu. Atap ketiga berbentuk kerucut dan di bagian puncaknya terdapat hiasan bunga tiga tangkai. Di bagian bawah atap terdapat hiasan sulur. Di antara atap kedua dan ketiga terdapat tiang yang berfungsi sebagai penyangga atap paling atas dan pada tiang tersebut ditempatkan alat pengeras suara.
- Latar Sejarah:
Keberadaan Masjid Kyai Gede tidak terlepas dari peran Kesultanan Banjar. Pada saat itu, Kesultanan Banjar yang berada di bawah kepemimpinan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), didatangi seorang ulama yang berasal dari Demak bernama Kyai Gede. Kedatangan Kyai Gede disambut sangat baik oleh Sultan Mustain Billah.
Tak lama kemudian, Sultan Mustain Billah mengutus Kyai Gede dan beberapa pengikutnya untuk pergi ke daerah Kotawaringin yang berada di sebelah barat Kesultanan Banjar. Sultan mengutus Kyai Gede untuk menyebarkan agama Islam di Kotawaringin yang masih menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sekaligus mendirikan sebuah kesultanan kecil di sana.
Masjid Kyai Gede dibangun pada tahun 1632 sampai tahun 1680. Sejak itu Kotawaringin semakin ramai dengan penduduk. Semasa Kotawaringin dipimpin oleh Pangeran Dipati Antakusuma, Kiai Gede diangkat menjadi adipati Patih Hamengkubumi yang bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin.
- Rumah Pangeran Adipati Mangkubumi
- Lokasi :
Desa Raja, Kota Pangkalan Bun, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat.
- Gambaran Umum :
Rumah Pangeran Adipati Mangkubumi tradisional ini terdiri dari 5 bangunan yaitu; bangunan induk berukuran 21 x 23 meter, bangunan penerima tamu (semacam pendopo) berukuran 7 x 13 meter, bangunan tempat tinggal pembantu/pelayan berukuran 8 x 6,5 meter, bangunan depan berukuran 10 x 15 meter, dan bangunan dapur serta gudang berukuran 9×5 meter. Denah bangunan berupa empat persegi panjang berukuran 25,70 x 20,75 meter, dengan panjang bangunan keseluruhan 95,67 meter, tinggi bangunan utama 8,20 meter, bentuknya berkolong (panggung) ± 1,40 meter dari permukaan tanah, dan disangga oleh tiang-tiang utama sebanyak 30 buah tiang berbentuk bulat, dan 14 buah tiang berbentuk segi empat yang langsung ditancapkan ke tanah. Bangunan bekas Rumah Pangeran Adipati Mangkubumi ini tidak terdapat hiasan (polos). Satu-satunya hiasan berupa ukiran berbentuk suluran berada di bagian pintu. Ukiran ini dipahat pada pinggiran pintu, dicat warna kuning keemasan, merah, dan hijau.
- Latar Sejarah :
Rumah Pangeran Adipati Mangkubumi ini diperkirakan dibangun pada tahun 1850, merupakan rumah pribadi warisan Ratu Kuning (Ratu Adipati Mangkubumi I) yang berasal dari warisan orang tuanya yaitu Pangeran Ratu Anum Kesumayuda. Rumah ini bukan rumah pejabat kerajaan, melainkan rumah tempat tinggal pribadi yang dimiliki dan ditempati oleh Pangeran Adipati Mangkubumi Kerajaan Kotawaringin. Pangeran Adipati Mangkubumi adalah mantu dari Pangeran Ratu Anum Kesumayuda yang merupakan sultan ke-XI dari Kerajaan Kotawaringin (1865-1904). Pada masa revolusi, rumah ini digunakan sebagai tempat persembunyian pejuang ekspedisi I dari tahun 1946-1949 yang terutama berasal dari pejuang luar daerah yang akan melanjutkan perjalanan ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan melalui rumah-rumah penduduk.